Menurut bahasa riya’ berarti pamer, memperlihatkan, memamerkan, atau ingin
memperlihatkan yang bukan sebenarnya. Sedangkan menurut istilah riya’ dapat
didefinisikan “memperlihatkan suatu ibadah dan amal shalih kepada orang lain,
bukan karena Allah tetapi karena sesuatu selain Allah, dengan harapan agar
mendapat pujian atau penghargaan dari orang lain.” Sementara memperdengarkan ucapan tentang ibadah dan amal
salehnya kepada orang lain disebut sum’ah (ingin didengar).
Riya’ dan sum’ah merupakan perbuatan tercela dan merupakan syirik kecil
yang hukumnya haram. Riya’ sebagai salah satu sifat orang munafik yang
seharusnya dijauhi oleh orang mukmin. Simak QS. An Nisa’ : 142 :
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ
وَإِذَا قَامُواْ إِلَى الصَّلاَةِ قَامُواْ كُسَالَى يُرَآؤُونَ النَّاسَ وَلاَ يَذْكُرُونَ
اللّهَ إِلاَّ قَلِيلاً
Artinya : “Sesungguhnya orang-rang munafik itu menipu Allah, dan Allah
akan membalas tipuan mereka. Dan jika mereka berdiri untuk shalat mereka
berdiri dengan malas, mereka bermaksud riya’ ( dengan shalat itu ) dihadapan
manusia, dan tidaklah mereka dzkiri kepada Allah kecuali sedikit sekali.”
Dalam sebuah hadis, Rasulullah bercerita, ”Di hari kiamat nanti ada orang
yang mati syahid diperintahkan oleh Allah untuk masuk ke neraka. Lalu orang itu
melakukan protes, ‘Wahai Tuhanku, aku ini telah mati syahid dalam perjuangan
membela agama-Mu, mengapa aku dimasukkan ke neraka?’ Allah menjawab, ‘Kamu
berdusta dalam berjuang. Kamu hanya ingin mendapatkan pujian dari orang lain,
agar dirimu dikatakan sebagai pemberani. Dan, apabila pujian itu telah
dikatakan oleh mereka, maka itulah sebagai balasan dari perjuanganmu’.”
Orang yang berjuang atau beribadah demi sesuatu yang bukan ikhlas karena
Allah SWT, dalam agama disebut riya. Sepintas, sifat riya merupakan perkara
yang sepele, namun akibatnya sangat fatal. Sifat riya dapat memberangus seluruh
amal kebaikan, bagaikan air hujan yang menimpa debu di atas bebatuan. Allah SWT
berfirman :
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ
هَبَاء مَّنثُوراً
Artinya : ”Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami
jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan”. (QS. Al-Furqan : 23)
Abu Hurairah r.a. juga pernah mendengar Rasulullah bersabda :
”Banyak orang yang berpuasa, namun tidak memperoleh sesuatu dari puasanya
itu kecuali lapar dan dahaga, dan banyak pula orang yang melakukan shalat malam
yang tidak mendapatkan apa-apa kecuali tidak tidur semalaman.”
Begitu dahsyatnya penyakit riya ini, hingga pernah seseorang bertanya
kepada Rasulullah, ”Apakah keselamatan itu?” Jawab Rasulullah, ”Apabila kamu
tidak menipu Allah.” Orang tersebut bertanya lagi, ”Bagaimana menipu Allah
itu?” Rasulullah menjawab, ”Apabila kamu melakukan suatu amal yang telah
diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya kepadamu, maka kamu menghendaki amal itu
untuk selain Allah.”
Meskipun riya sangat berbahaya, tidak sedikit di antara kita yang teperdaya
oleh penyakit hati ini. Kini tidak mudah untuk menemukan orang yang benar-benar
ikhlas beribadah kepada Allah tanpa adanya pamrih dari manusia atau tujuan
lainnya, baik dalam masalah ibadah, muamalah, ataupun perjuangan. Meskipun
kadarnya berbeda-beda antara satu dan lainnya, tujuannya tetap sama: ingin
menunjukkan amaliyahnya, ibadah, dan segala aktivitasnya di hadapan manusia.
Secara tegas Rasulullah pernah bersabda, ”Takutlah kamu kepada syirik
kecil.” Para shahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan syirik
kecil?” Rasulullah berkata, ”Yaitu sifat riya. Kelak di hari pembalasan, Allah
mengatakan kepada mereka yang memiliki sifat riya, ‘pergilah kalian kepada
mereka, di mana kalian pernah memperlihatkan amal kalian kepada mereka semasa
di dunia. Lihatlah apakah kalian memperoleh imbalan pahala dari mereka’
Antara amal perbuatan yang diredhai oleh Allah dengan amal perbuatan riya’
dapat dibedakan sebagai berikut :
Amal perbuatan yang diridhai Allah
a. Niat karena Allah
b. Ikhlas
c. Sesuai dengan kemampuan
d. Tidak pilih kasih
e. Rahmat bagi seluruh alam
Amal perbuatan riya’
a. Niat bukan karena Allah
b. Tidak ikhlas
c. Mengada-ada
d. Pilih kasih
e. Ingin dipuji
f. Mengharap imbalan
Dilihat dari bentuknya, ria dapat digolongkan 2 macam, yaitu :
a. Ria dalam niat
Ria yang berkaitan dengan hati, maksud ria dalam niat, yaitu sejak awal
perbuatan bahkan yang dilakukannya tidak didasari ikhlas sebelumnya sudah
didasari ria. Yang mengetahui hanya Allah SWT dan dirinya saja. Apabila seseorang
ingin melakukan amal perbuatan baik atau tidak tergantung pada niat. Rasulullah
Saw. bersabda :
ﺳَﻤِﻌْﺖُﻋُﻤَﺮَﭐﺑْﻦَﭐﻟْﺨَﻄﱠﺎﺏﻗَﺎﻝَﻋَﻠَﻰﭐﻟْﻤِﻨْﺒَﺮﺳَﻤِﻌْﺖُﺭَﺳُﻮْﻝَﺹﻉﻳَﻘُﻮْﻝُِِﺇِﻧﱠﻤَﺎﺍْﻻَﻋْﻤَﺎﻝُﺑِﺎﻟﻨﱢﻴﱠﺎﺕِﻭَﺇِﻧﱠﻤَﺎﻟِﻜُﻞﱢﺍﻣْﺮِﺉٍﻣَﺎﻧَﻮَﻯ
( متفق عليه)
Artinya : “aku mendengar Umar bin al Khaththab berkata di atas mimbar, ‘aku
mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : “Sesungguhnya segala perbuatan itu
tergantung niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang memperoleh sesuai apa
yang ia niatkan”. (H.R.Bukhari Muslim)
b. Ria dalam perbuatan
Yaitu memamerkan atau menunjukkan perbuatan di depan orang banyak, agar
perbuatan tersebut dipuji, diperhatikan, dan disanjung orang lain.
Di antara contoh riya dalam perbuatan, bila seorang pelajar terlihat
belajar dengan sungguh-sungguh hanya karena ingin mendapat nilai yang bagus.
Dan dia melakukan hal itu kepada orang tuanya hanya karena ingin mendapatkan
apa yang dia minta dari orang tuanya cepat-cepat terkabul.
Beberapa penjelasan Allah SWT dalam Al Qur’an sehubungan dengan riya’ dalam
perbuatan antara lain :
a). Melakukan ibadah shalat tidak untuk mencapai keridlaan Allah SWT,
tetapi mengaharapkan pujian, popularitas di masyarakat. Allah berfirman dalam Q.S.
Al Ma’un : 4-6 :
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ. الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ
سَاهُونَ. الَّذِينَ هُمْ يُرَاؤُونَ
Artinya : “Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang
yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya”.
b). Bersedekah didasari riya laksana riya’ batu licin yang di atasnya ada
tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah ia bersih. Firman
Allah dalam Q.S. Al Baqarah : 264 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُبْطِلُواْ صَدَقَاتِكُم
بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاء النَّاسِ وَلاَ يُؤْمِنُ بِاللّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ
فَتَرَكَهُ صَلْداً لاَّ يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُواْ وَاللّهُ لاَ
يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang
menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman
kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin
yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka
tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari
apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
kafir.
c). Allah melarang pergi berperang didasari riya’ dan menghalangi (orang)
lain menempuh jalan Allah (sabilillah). Allah berfirman dalam Q.S. Al Anfaal :
47 :
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ
خَرَجُواْ مِن دِيَارِهِم بَطَراً وَرِئَاء النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللّهِ
وَاللّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
Artinya : Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang keluar dari kampung
halamannya dengan rasa angkuh dan ingin dipuji orang (ria) serta
menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah. Allah meliputi segala yang mereka
kerjakan.
Beberapa ciri orang yang mempunyai sifat riya’ dalam perbuatan :
a. Tidak akan berbuat baik jika tidak dilihat orang lain atau tidak ada
imbalan baginya
b. Melakukan amal saleh tanpa dasar, hanya ikut-ikutan.
c. Tampak rajin penuh semangat jika amal perbuatannya dilihat atau dipuji-puji
orang.
d. Ucapannya selalu menunjukkan bahwa dia yang paling hebat, paling tinggi dan
paling mampu.
Bahaya-bahaya yang ditimbulkan dari sikap riya’ adalah :
a. Terhadap diri sendiri :
1). Selalu tidak ada puasnya, sekalipun hidupnya sudah berkecukupan
sehingga berpotensi untuk korupsi dan mengambil hak orang lain
2). Selalu ingin dipuji dan dihormati
3). Ketidakpuasan, sakit hati dan penyesalan ketika lain tidak dihargai.
4). Sombong dan membanggakan diri
5). Tidak dapat bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah dan dalam berinteraksi dengan sesama manusia.
6). Menyesal jika telah melakukan perbuatan baik hanya karena tidak ada orang
lain yang melihatnya atau tidak ada imbalannya
7). Jiwanya akan terganggu karena kegelisahan/keluh kesah yang tiada henti
8). Perbuatan riya’ termasuk syirik kecil
وَعَنْ مَحْمُودِ بْنِ
لَبِيدٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
) إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ اَلشِّرْكُ اَلْأَصْغَرُ
اَلرِّيَاءُ ( أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ
بِسَنَدٍ حَسَنٍ
Artinya : Dari Mahmud
Ibnu Labid r.a. bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
"Sesungguhnya hal yang paling aku takuti menimpamu ialah syirik kecil:
yaitu riya." (Riwayat Ahmad dengan sanad hasan).
9). Allah tidak akan menerima dan memberi pahala atas perbuatan riya'
10). Di akhirat akan dicampakkan ke dalam api neraka.
b. Terhada orang lain
1). Berpotensi saling bermusuhan, karena ia mengungkit apa yang yang
diberikannya kepada orang lain.
2). Memamerkan amalnya kepada orang lain, sehingga orang lain menjadi benci
dan tidak senang terhadapnya
3). Sikap dan perilakunya yang ria akan berpotensi menimbulkan pertikaian
dan akhirnya menimbulkan pengrusakan
Tanda-tanda riya’
Tanda-tanda penyakit hati ini pernah dinyatakan oleh Ali bin Abi Thalib.
Kata beliau, ”Orang yang riya itu memiliki tiga ciri, yaitu malas beramal
ketika sendirian dan giat beramal ketika berada di tengah-tengah orang
ramai, menambah amaliyahnya ketika dirinya dipuji, dan mengurangi
amaliyahnya ketika dirinya dicela.”
Kebiasaan yang dapat menghindari perbuatan riya
a. Memfokuskan niat ibadah (ikhlas) hanya semata-mata karena Allah SWT
b. Membiasakan diri membaca basmallah sebelum memulai pekerjaan
c. Membiasakan menjaga lisan saat bekerja
d. Membiasakan diri menolong atau membantu pekerjaan orang lain tanpa harus
disuruh dan meminta imbalan
e. Membiasakan bersedekah atau mengeluarkan infaknya setiap mendapat rezeki
atau kesenangan
f. Tidak mudah tergiur atau terpengaruh dengan kemewahan orang lain
g. Tidak membuat kecemburuan kepada orang lain
h. Saling menasehati untuk kebaikan dan kesabaran dalam beribadah
i. Tidak memamerkan sesuatu karena pada dasarnya semua yang dimiliki adalah
dari Allah dan akan kembali kepada-Nya
j. Membiasakan diri untuk bersyukur kepada Allah SWT
Allah SWT berfirman :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ
وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Artinya : “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih." (Q.Ibrahim : 7)
Pak, Blogy sich bagus, cma bwat apa y da jam y segala?
BalasHapusdi lepi saya dah terpampang besar nich...
ma'af y pak kalo menyinggung..
tpi ini bwat kbaikan blog bpak jga kog.. :)
Terima kasih ya atas sarannya...:)
Hapus