A. Tarekat Mu'tabarah di Indonesia dan Tokohnya
KH. Dzikron Abdullah mengatakan bahwa, awalnya tarekat itu dari Nabi yang menerima wahyu dari Allah melalui malaikat Jibril. Dengan demikian dapat dipahami bahwa, yang dimaksud dengan tarekat mu'tabarah itu adalah tarekat yang sanad(silsilah)-nya muttasil (bersambung) sampai kepada Nabi. Jika sanadnya terputus atau ghairu muttasil, maka tarekat itu juga ghairu mu'tabarah atau tidak bersambung kepada Nabi. Kemudian alat ukur lain untuk menentukan ke-mu'tabarah-an suatu tarekat adalah pelaksanaan syari'at suatu tarekat, sebab dalam semua tarekat mu'tabarah pelaksanaan syari'at itu secara benar dan ketat.
Diantara Tarekat Mu'tabarah itu adalah sebagai berikut :
1. Tarekat QadiriyahDiantara Tarekat Mu'tabarah itu adalah sebagai berikut :
Tarekat yang dinisbahkan kepada pendirinya Syekh Abdul Qadir Jailani ini dikenal luwes, sehingga bila murid sudah mencapai derajat Syekh, maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan murid berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke tarekatnya. Dalam hal ini Syekh Abdul Qadir Jailani mengatakan "Murid yang sudah mencapai derajat gurunya, maka dia kadi mandiri sebagai syekh dan Allah-lah yang menjadi walinya untuk seterusnya".
Sebagaimana di Timur Tengah, sejarah Tarekat Qadiriyah di Indonesia juga berasal dari Makkah al-Mukarramah. Tarekat ini masuk ke Indonesia pada abad ke-16, yang dibawa oleh Syekh Abdul Karim dari Banten, salah seorang murid kesayangan Syekh Ahmad Khatib Sambas yang bermukim di Makkah. Murid-murid Syekh Ahmad Khatib Sambas yang berasal dari Jawa dan Madura setelah pulang ke Indonesia menyebarkan Tarekat Qadiriyah, khususnya di seluruh Jawa, seperti di Pesantren Pegentongan Bogor Jawa Barat, Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat, Mranggen Jawa Tengaah, Rejoso Jawa Timur dan Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur.
Sebagaimana di Timur Tengah, sejarah Tarekat Qadiriyah di Indonesia juga berasal dari Makkah al-Mukarramah. Tarekat ini masuk ke Indonesia pada abad ke-16, yang dibawa oleh Syekh Abdul Karim dari Banten, salah seorang murid kesayangan Syekh Ahmad Khatib Sambas yang bermukim di Makkah. Murid-murid Syekh Ahmad Khatib Sambas yang berasal dari Jawa dan Madura setelah pulang ke Indonesia menyebarkan Tarekat Qadiriyah, khususnya di seluruh Jawa, seperti di Pesantren Pegentongan Bogor Jawa Barat, Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat, Mranggen Jawa Tengaah, Rejoso Jawa Timur dan Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur.
2. Tarekat Naqsyabandiyah
Tarekat ini masuk ke Nusantara pada abad ke-17 melalui Minangkabau, yaitu di Pesisir Pariaman, kemudian terus ke Agam dan Limupuluh Kota. Tarekat Naqsyabandiyah diperkenalkan ke wilayah ini paruh abad ke-17 oleh Jamal al-Din, seorang ulama Minangkabau yang mula-mula belajar di Pasai sebelum dia melanjutkan Bayt al-Faqih, Aden, Haramain, Mesir dan India. Dalam perkembangan berikutnya, penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah ditunjang oleh ulama-ulama Minangkabau yang menuntut ilmu di Makkah dan Madinah, mereka mendapat bai'ah dari Syekh Jabal Qubays di Makkah dan Syekh Muhammad Ridwan di Madinah. Mereka itu di antaranya Syekh Abdurrahman di Batu Hampar Payakumbuh (w.1899 M), Syekh Ibrahim Kumpulan Lubuk Sikaping, Syekh Khatib Ali Padang (w.1936 M) dan Syekh Muhammad Sa'id Bonjol. Mereka adalah ulama besar dan berpengaruh di zamannya serta mempunyai murid sampai ratusan ribu, yang kemudian juga menyebarkan Tarekat ini ke daerah asal masing-masing.
Di Jawa Tengah Tarekat Naqsyabandiyah disebabrkan oleh KH.Abdul Hadi Girikusumo Mranggen, yang kemudian menyebar ke Popongan Klaten, KH.Arwani Amin Kudus, KH.Abdullah Salam Kajen Margoyoso Pati dan KH. Hafidh Rembang. Dari tengan mereka yang penuh berkah, paengikut tarekat ini berkembang menjadi ratusan ribu. Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah pada umumnya mengacu kepada empat pokok ajaran, yaitu Syari'at, Tarekat, Hakikat dan Ma'rifat, yaitu ajaran yangpada prinsipnya adalah cara-cara atau jalan yang harus dilakukan oleh seorang yang ingin merasakan nikmatnya dekat dengan Allah. Cara atau jalan itu salah satunya adalah bersikap Zuhud.
3. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
Tarekat ini merupakan hasil penggabungan tarekat Qadiriyah dengan tarekat Naqsyabandiyah. Tarekat ini muncul dan berkembang di Jawa Tengah yang dikembangkan mulai dari Mbah Ibrahim Brumbung Mranggen, diturunkan kepada antara lain KH.Muslih, pendiri Pondok Pesantren Futuhiyah. Dari KH. Muslih ini lahir murid-murid tarekat dengan jumlah yang tidak sedikit, dari tangan para murid inilah Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah berkembang menjadi tarekat besar dengan ratusan ribu pengikut. Demikian pula halnya dengan Simbah Kiyai Siradj Solo, yang mengembangkan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ke berbagai tempat melalui muridnya yang tersebar ke pelosok Jawa Tengah mencapai puluhan ribu pengikut.
Di Jawa Timur, Tarekat ini dikembangkan oleh KH.Musta'in Romli Rejoso Jombang dan Simbah Kiyai Utsman, kemudian dilanjutkan oleh putra-putranya, salah satunya adalah KH.Asrori, juga mempunyai ratusan ribu murid. Sementara di Jawa Barat, tetaptnya di Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya juga turut andil membesarkan tarekat ini, mulai sejak zaman Abah Sepuh, sampai ke Abah Anom yang mana murid-muridnya juga tersebar di berbagai penjuru Jawa Barat.
4. Tarekat Syathariyah
Tarekat yang pertama kali digagas oleh Abdullah Syathar (w.1429 M) berkembang luas ke Tanah Suci Makkah dan Madinah, dibawa oleh Syekh Ahmad al-Qusyasi (w.1661 M) dan Syekh Ibrahim al-Kurani (w.1689 M). Dari kedua ulama ini diteruskan oleh Syekh Abd al-Rauf al-Sinkili ke Nusantara, kemudian dikembangkan oleh muridnya Syekh Burhan al-Din ke Minangkabau.
Sepeninggal Syekh Burhan al-Din Tarekat Syathariyah berkembang pada 4 (empat) kelompok, yaitu : Pertama, Sisilah yang diterima dari Imam Maulana. Kedua, Silsilah yang dibuat oleh Tuanku Kuning Syahril Lautan Tanjung Medan Ulakan. Ketiga, Silsilah yang diterima oleh Tuanku Ali Bakri di Sikabu Ulakan. Keempat, Siilsilah oleh Tuanku Kuning Zubir yang ditulis dalam kitabnya Syifa' al-Qulub. Melalui beliau-beliau inilah Tarekat Syathariyah berkembang di Minangkabau dan sekitarnya.
Untuk mendukung kelembagaan tarekat ini, kaum Syathariyah membuat lembaga formal berupa organisasi sosial keagamaan Jama'ah Syathariyah Sumatera Barat, dengan cabang dan ranting di seluruh alam Minangkabau, bahkan propinsi-propinsi tetangga Riau dan Jambi. Sebagai bukti kuat dan kokohnya kelembagaan Tarekat Syathariyah ini dapat dilihat wujudnya pada kegiatan ziarah bersama ke makam Syekh Burhan al-Din Ulakan.
5. Tarekat Syadziliyah
Tarekat ini masuk ke Nusantara pada abad ke-17 melalui Minangkabau, yaitu di Pesisir Pariaman, kemudian terus ke Agam dan Limupuluh Kota. Tarekat Naqsyabandiyah diperkenalkan ke wilayah ini paruh abad ke-17 oleh Jamal al-Din, seorang ulama Minangkabau yang mula-mula belajar di Pasai sebelum dia melanjutkan Bayt al-Faqih, Aden, Haramain, Mesir dan India. Dalam perkembangan berikutnya, penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah ditunjang oleh ulama-ulama Minangkabau yang menuntut ilmu di Makkah dan Madinah, mereka mendapat bai'ah dari Syekh Jabal Qubays di Makkah dan Syekh Muhammad Ridwan di Madinah. Mereka itu di antaranya Syekh Abdurrahman di Batu Hampar Payakumbuh (w.1899 M), Syekh Ibrahim Kumpulan Lubuk Sikaping, Syekh Khatib Ali Padang (w.1936 M) dan Syekh Muhammad Sa'id Bonjol. Mereka adalah ulama besar dan berpengaruh di zamannya serta mempunyai murid sampai ratusan ribu, yang kemudian juga menyebarkan Tarekat ini ke daerah asal masing-masing.
Di Jawa Tengah Tarekat Naqsyabandiyah disebabrkan oleh KH.Abdul Hadi Girikusumo Mranggen, yang kemudian menyebar ke Popongan Klaten, KH.Arwani Amin Kudus, KH.Abdullah Salam Kajen Margoyoso Pati dan KH. Hafidh Rembang. Dari tengan mereka yang penuh berkah, paengikut tarekat ini berkembang menjadi ratusan ribu. Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah pada umumnya mengacu kepada empat pokok ajaran, yaitu Syari'at, Tarekat, Hakikat dan Ma'rifat, yaitu ajaran yangpada prinsipnya adalah cara-cara atau jalan yang harus dilakukan oleh seorang yang ingin merasakan nikmatnya dekat dengan Allah. Cara atau jalan itu salah satunya adalah bersikap Zuhud.
3. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
Tarekat ini merupakan hasil penggabungan tarekat Qadiriyah dengan tarekat Naqsyabandiyah. Tarekat ini muncul dan berkembang di Jawa Tengah yang dikembangkan mulai dari Mbah Ibrahim Brumbung Mranggen, diturunkan kepada antara lain KH.Muslih, pendiri Pondok Pesantren Futuhiyah. Dari KH. Muslih ini lahir murid-murid tarekat dengan jumlah yang tidak sedikit, dari tangan para murid inilah Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah berkembang menjadi tarekat besar dengan ratusan ribu pengikut. Demikian pula halnya dengan Simbah Kiyai Siradj Solo, yang mengembangkan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ke berbagai tempat melalui muridnya yang tersebar ke pelosok Jawa Tengah mencapai puluhan ribu pengikut.
Di Jawa Timur, Tarekat ini dikembangkan oleh KH.Musta'in Romli Rejoso Jombang dan Simbah Kiyai Utsman, kemudian dilanjutkan oleh putra-putranya, salah satunya adalah KH.Asrori, juga mempunyai ratusan ribu murid. Sementara di Jawa Barat, tetaptnya di Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya juga turut andil membesarkan tarekat ini, mulai sejak zaman Abah Sepuh, sampai ke Abah Anom yang mana murid-muridnya juga tersebar di berbagai penjuru Jawa Barat.
4. Tarekat Syathariyah
Tarekat yang pertama kali digagas oleh Abdullah Syathar (w.1429 M) berkembang luas ke Tanah Suci Makkah dan Madinah, dibawa oleh Syekh Ahmad al-Qusyasi (w.1661 M) dan Syekh Ibrahim al-Kurani (w.1689 M). Dari kedua ulama ini diteruskan oleh Syekh Abd al-Rauf al-Sinkili ke Nusantara, kemudian dikembangkan oleh muridnya Syekh Burhan al-Din ke Minangkabau.
Sepeninggal Syekh Burhan al-Din Tarekat Syathariyah berkembang pada 4 (empat) kelompok, yaitu : Pertama, Sisilah yang diterima dari Imam Maulana. Kedua, Silsilah yang dibuat oleh Tuanku Kuning Syahril Lautan Tanjung Medan Ulakan. Ketiga, Silsilah yang diterima oleh Tuanku Ali Bakri di Sikabu Ulakan. Keempat, Siilsilah oleh Tuanku Kuning Zubir yang ditulis dalam kitabnya Syifa' al-Qulub. Melalui beliau-beliau inilah Tarekat Syathariyah berkembang di Minangkabau dan sekitarnya.
Untuk mendukung kelembagaan tarekat ini, kaum Syathariyah membuat lembaga formal berupa organisasi sosial keagamaan Jama'ah Syathariyah Sumatera Barat, dengan cabang dan ranting di seluruh alam Minangkabau, bahkan propinsi-propinsi tetangga Riau dan Jambi. Sebagai bukti kuat dan kokohnya kelembagaan Tarekat Syathariyah ini dapat dilihat wujudnya pada kegiatan ziarah bersama ke makam Syekh Burhan al-Din Ulakan.
5. Tarekat Syadziliyah
Alhamdulillah
BalasHapusAljaAlhamduli
BalasHapus