Senin, 14 November 2011

Pendidik dan Peserta Didik

Oleh : Asno Minanda

A. PENDAHULUAN

Pendidikan dalam Islam menempati urutan prioritas bila dibandingkan dengan urusan lainnya, karena pendidikan dalam kehidupan sangat vital, hanya melalui pendidikanlah perubahan bisa terlaksana. Tanpa pendidikan mustahil akan terjadi perubahan ke arah yang lebih baik. Apalagi dalam agama Islam tujuan pendidikan bukan sekedar memenuhi kebutuhan keduniaan semata, akan tetapi berorientasi kepada kesejahteraan di dunia dan di akhirat kelak.

Dalam pelaksanaan pendidikan tentunya diperlukan berbagai fasilitas, yaitu berupa sarana dan prasarana yang akan mendukung tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri. Di sini akan dikemukakan bagian dari komponen yang diperlukan dalam dunia pendidikan. Komponen pendidikan yang dimaksud adalah Pendidik dan Peserta Didik, Landasan Filosofis, Tugas dan Kompetensi Pendidik.

B. PENGERTIAN PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK

1. Pendidik

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa, secara etimologi pendidik berasal dari kata dasar "didik yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sementara pendidik berarti orang yang mendidik".
Dalam bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik. Kata tersebut seperti dikatakan oleh Jhon M.Echol dan Hasan Sadily dalam Kamus Inggris-Indonesia, terdapat kata teacher yang diartikan guru atau pengajar dan tutor yang berarti guru pribadi, atau guru yang mengajar di rumah. Kemudian dalam bahasa Arab dijumpai kata ustadz, mudarris, mu'alim, mu'addib. Hans Wehr dalam A Dictionary of Modern Writen Arabic menyebutkan bahwa kata ustadz bentuk jamak dari asatidz yang berarti teacher (guru), profesor (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis dan penyair. Sedangkan kata mudarris berarti teacher (guru), instructor (pelatih), lecture (dosen). Selanjutnya kata mu'allim yang juga berarti teacher (guru), instructor (pelatih), trainer (pemandu). Terakhir kata mu'addib berarti educator (pendidik) atau teacher in koranic school (guru dalam lembaga pendidikan al-Qur'an).

Dengan demikian menurut pengertian ini dapat dirangkum bahwa pendidik adalah orang yang memelihara dan memberikan latihan, ajaran, pengetahuan, keterampilan, pengalaman, tuntunan tentang akhlak dan kecerdasan berpikir kepada orang lain, baik di lembaga pendidikan ataupun di rumah. Kata-kata bervariasi yang dipakai dalam memberikan pengertian terhadap kata pendidik menunjukan adanya keraguan dan perbedaan ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan dan keterampilan itu dilaksanakan, di sekolah disebut guru, di perguruan tinggi disebut dosen, di rumah disebut tutor dan sebagainya.

Selanjutnya pengertian pendidik secara terminologi seperti dikemukakan oleh Ahmad Tafsir dalam buku Pendidikan dalam Perspektif Islam, bahwa "dalam Islam orang yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik adalah orang tua (ayah-ibu), tanggung jawab itu disebabkan sekurang-kurangnya oleh dua hal : pertama, karena kudrat, yaitu karena orang tua ditakdirkan mendidik anaknya; kedua karena kepentingan orang tua, yaitu orang yang berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya. Sukses anaknya adalah sukses orang tua juga".

Menurut Hadari Nawawi dalam buku Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas mengatakan "istilah guru adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah/kelas". Secara lebih khusus lagi dia mengatakan bahwa "guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membentuk anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing". Guru dalam pengertian ini menurutnya "bukanlah sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa".
Sementara itu Moh.Fadil al-Djamali seperti dikutip Ramayulis dalam buku Ilmu Pendidikan Islam menyatakan bahwa, "pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat kemanusiaan sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia".

Berdasarkan pendapat beberapa pakar di atas dapat disimpulkan bahwa, pendidik adalah mereka yang bergerak dan bekerja di bidang pendidikan, memiliki komitmen yang kuat terhadap kemajuan anak didik, bahkan bertanggung jawab untuk menuntun anak didiknya ke arah kehidupan yang lebih baik, sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh anak didiknya.

2. Peserta Didik

Peserta didik adalah kelompok manusia yang membutuhkan bimbingan dan arahan dalam menemukan jati diri menuju kedewasaan, sehingga mereka mampu memanfaatkan potensi yang ada pada diri untuk kesejahteraannya.

Peserta didik juga bisa disebut dengan istilah anak didik, secara etimologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa anak didik berarti murid, siswa, anak yang berada dalam pembinaan (asuhan) seseorang.

Sedangkan secara terminologi, beberapa pakar pendidikan mengemukakan pengertian peserta didik sebagai berikut :
  1. Syakirman M.Noor, dalam buku Paradigma Pendidikan Islam mengatakan "peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada dalam fase pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik maupun psikhis".
  2. Abuddin Nata, dalam buku Filsafat Pendidikan Islam mengatakan bahwa "anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan".
  3. Sementara itu Ramayulis menyatakan bahwa dalam membicarakan anak didik, ada empat hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
    a). Potensi peserta didik.
    b). Kebutuhan peserta didik.
    c). Sifat-sifat peserta didik.
    d). Dimensi peserta didik yang akan dikembangkan.
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan para pakar di atas, dapat dipahami bahwa peserta didik adalah mereka yang tengah mengalami pertumbuhan dan perkembangan, baik secara jasmani maupun rohani. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik itu merupakan manusia yang berada di kalangan anak-anak, remaja, orang-orang yang mengalami beberapa perubahan yang disebabkan oleh perkembangan dan pertumbuhan yang amat perlu mendapatkan bimbingan dan binaan orang dewasa.

C. LANDASAN FILOSOFIS

1. Pendidik

Pendidik adalah orang yang terlibat langsung dalam membina, mengarahkan serta mendidik anak didik. Imam al-Gazali menempatkan posisi pendidik setelah Nabi Muhammad Saw., karena pada hakikatnya pendidik adalah orang yang mempunyai kepribadian, pengetahuan, tugas dan pandangan yang sama dengan Nabi. Oleh sebab itu tidaklah terlalu berlebihan kiranya pendidik adalah pewaris Nabi. Rasulullah Saw. bersabda :

ان مداد العلماء من دماء الشهداء
Artinya : Tinta para ulama lebih baik dari pada darah para syuhada'

Menurut Abuddin Nata, pendidik itu secara garis besarnya ada empat, yaitu : 1) Allah Swt. 2) Para Nabi. 3) Kedua orang tua, dan 4) orang lain. Orang yang keempat inilah yang selanjutnya disebut guru. Hal ini tergambar dalam kisah Nabi Musa As. yang diperintahkan untuk mengikuti dan belajar kepada Nabi Khidir As. sebagaimana disinyalir oleh Allah Swt. dalam al-Qur'an.

Selanjutnya menurut Abudin Nata "pada hakikatnya yang paling berkewajiban melaksanakan pendidikan itu adalah kedua orang tua, namun karena pertimbangan pengetahuan, keterampilan, sikap serta kebutuhan hidup sudah demikian luas, dalam dan rumit, maka orang tua tidak mampu lagi melaksanakan sendiri tugas-tugas mendidik anaknya". Kemudian bila dipandang dari segi ekonomis dan efektifitas sangatlah rugi dan betapa mahalnya biaya pendidikan jika dilakukan secara sendiri-sendiri oleh orang tua.

Dengan berpindahnya tugas mendidik dari orang tua kepada orang lain (guru), maka orang lain yang mendidik bukan anak sendiri tentu akan lain situasi psikologisnya. Waktu dan kesempatannya dicurahkan untuk mentrasformasikan ilmu dan pengalaman, termasuk penerapan akhlak mulia dalam kehidupan anak didik. Oleh karena itu waktu dan kesempatannya dihabiskan untuk mendidik anak didik yang bukan anaknya sendiri, sehingga tidak memiliki waktu lagi untuk berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari. Justeru itu pendidik berhak mendapatkan gaji dan penghargaan sebagai imbalan dan motivasi agar dapat melaksanakan tugasnya secara optimal.

Berangkat dari tugas dan fungsinya, pendidik harus memiliki kepribadian sebagaimana yang diungkapkan al-Gazali, seperti yang ditulis Zainuddin dkk dalam buku Seluk Beluk Pendidikan dari al-Gazali, antara lain :
1. Mengikuti jejak Rasulullah dalam mengemban tugas dan kewajiban.
2. Memberikan kasih sayang terhadap anak didik.
3. Menjadi teladan bagi anak didik.
4. Menghormati kode etik guru.

Pendidik dalam melaksanakan tugasnya diharapkan mencontoh dan mentauladani kepribadian Rasulullah Saw. serta mampu menumbuhkembangkan kepribadian Rasulullah Saw. dalam segala lini kehidupan, sehingga menjadi uswatun hasanah, contoh model bagi anak didik, terutama dalam pelaksanaan ibadah. Pendidik dalam melaksanakan tugasnya juga harus dibarengi dengan kedisiplinan yang penuh dan keikhlasan yang mendalam. Sebab dengan bekal keikhlasan pendidik akan mampu menghadapi suka dan duka dalam perjalanan tugas dan kewajibannya, meskipun di bidang material pendapatan kurang seimbang dengan pengorbanan.

Seorang pendidik di sekolah merupakan pengganti orang tua bagi anak didik. Oleh sebab itu pendidik harus mampu memberikan perhatian dan mencurahkan kasih sayang terhadap anak didiknya, dengan demikian proses pembelajaran akan bisa berjalan dengan lebih baik.

Di samping itu seorang pendidik juga merupakan spiritual father, seorang bapak rohani bagi anak didik yang berfungsi sebagai pemberi santapan rohani yang sangat berpengaruh dalam pembentukan dan pembinaan mental peserta didik. Mengingat fungsinya yang begitu berat dan sarat dengan tanggung jawab moral itu, seorang pendidik harus betul-betul menyadari tugas, fungsi dan kewajibannya. Untuk itu kondisi mental spiritual dan kompetensi seorang pendidik harus betul-betul siap, karena tugas pendidik bukanlah sekedar menyampaikan ilmu kepada peserta didik, akan tetapi lebih dari itu, bagaimana kemampuannya dapat mengubah perilaku anak didik menjadi perilaku yang diredhai oleh Allah Swt.

Keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugas sangat erat kaitannya dengan kematangan kepribadian pendidik itu sendiri, seperti pepatah klasik mengatakan "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari". Hal ini merupakan cemeti bagi pendidik dalam bertingkah laku, seolah-olah pendidik bagaikan kertas putih yang sedikitpun tidak boleh ternoda.

Selain itu seorang pendidik juga harus mampu menghormati kode etik guru. Dalam hal ini al-Gazali seperti yang dituli Zainuddin dkk "seorang guru yang memegang salah satu vak mata pelajaran, sebaiknya jangan menjelek-jelekan mata pelajaran lainnya di hadapan muridnya".

Ungkapan al-Gazali di atas menekankan kepada para pendidik untuk selalu meningkatkan kemampuan ilmiah, menguasai mata pelajaran yang diampu dengan sebaik-baiknya, sehingga akan menambah percaya diri sebagai seorang pendidik yang profesional. Selaku seorang yang profesional tidak akan meremehkan orang lain, bahkan akan berupaya menjalin kerja sama dengan semua golongan, terutama dengan teman se-profesi.

2. Peserta Didik

Dalam Islam menuntut ilmu tidak mengenal waktu dan tempat serta merupakan tugas yang dibebankan kepada setiap kaum muslimin. Hal ini tergambar dalam sabda Rasulullah Saw. :

اطلب العلم من المهدى الى اللهدى
Artinya : Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat

Hadits ini mengisyaratkan bahwa menuntut ilmu tidak mengenal batas umur bagi setiap orang dan setiap orang adalah merupakan peserta didik yang membutuhkan guru.

Abuddin Nata menegaskan bahwa, dalam pandangan Islam, hakikat ilmu berasal dari Allah dan proses memperolehnya dilakukan melalui belajar kepada guru. Karena ilmu dari Allah, maka membawa anak didik kepada konsekwensi mendekatkan diri kepada Allah serta menghiasi diri dengan akhlak dan budi pekerti yang diredhai oleh Allah dan sedapat mungkin menjauhi perbuatan-perbuatan yang tidak disukai Allah.

Dalam usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan memiliki budi pekerti yang diredhai Allah, tentu akan menimbulkan norma-norma dan etika yang harus diamalkan oleh peserta didik, agar ilmu Allah dapat diperoleh. Menurut Hasan Fahmi sebagaimana ditulis Abuddin Nata menyebutkan empat akhlak yang harus dimiliki oleh peserta didik, yaitu :
  1. Seorang anak didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum menuntut ilmu, karena belajar merupakan ibadah yang tidak sah dikerjakan kecuali dengan hati yang bersih.
  2. Seorang anak didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa dengan sifat keutamaan, mendekatkan diri kepada Tuhan, dan bukan untuk mencari kemegahan dan kedudukan.
  3. Seorang pelajar harus tabah dalam meperoleh ilmu pengetahuan dan bersedia pergi merantau.
  4. Seorang anak murid wajib menghormati guru dan berusaha agar senantiasa memperoleh kerelaan dari guru, dengan mempergunakan bermacam-macam cara.
Sehubungan dengan akhlak menghormati guru ini, akan mempengaruhi tingkat keredhaan dan keikhlasan guru dalam mentranfer ilmunya, jika guru tidak redha dalam menyampaikan ilmunya, maka anak didik akan mengalami kesulitan dalam menerima ilmu dari gurunya.

Dari uraian ini dapat dipahami bahwa, tanpa akhlak yang baik, maka usaha menuntut ilmu tidak akan berjalan sebagaimana yang diharapkan dan ilmu yang didapat tidak akan memperoleh keberkahan.

D. TUGAS

Sesuai dengan pengertian pendidik yang telah dikemukakan di atas, maka secara umum tugas pendidik adalah memberikan bantuan pembinaan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Meskipun makna yang terkandung dalam kata pendidik itu berbeda-beda, sesuai dengan tempatnya, namun guru juga memiliki tugas yang cukup luas, sebagaimana tujuan pendidikan itu sendiri.

Sehubungan dengan tugas yang diemban guru, S.Nasution sebagaimana dikutip Abuddin Nata mengatakan bahwa, tugas pendidik itu adalah :
  1. Sebagai seorang yang mengkomunikasikan pengetahuan. Dengan tugas ini, maka guru harus memiliki  pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang diajarkan. Sebagai tindak lanjut dari tugas ini, seorang guru tidak boleh berhenti belajar, karena pengetahuan yang akan diberikan kepada anak didik terlebih dahulu harus dipelajari.
  2. Guru sebagai Model. Di mana dalam bidang pelajaran yang diajarkan merupakan suatu hal yang berguna dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga sang guru menjadi model atau contoh nyata dari yang dikehendaki oleh mata pelajaran yang diampu-nya.
  3. Guru juga menjadi model sebagai pribadi, apakah dia memiliki disiplin, cermat berpikir, mencintai pelajarannya, atau mematikan idealisme dan picik dalam berpikir.
Kemudian Roestiyah.NK sebagaimana ditulis Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir dalam buku Ilmu Pendidikan Islam, mengatakan bahwa fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
  1. Sebagai pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
  2. Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah Swt. menciptakannya.
  3. Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yhang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, tugas guru bukan saja menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi lebih dari ituntugas guru juga mendidik mental anak didik, supaya anak didik memiliki akhlak yang baik, sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri.

E. KOMPETENSI PENDIDIK

Mencermati tugas-tugas guru yang demikian berat seperti disebutkan di atas, maka guru harus memiliki multi kompetensi kependidikan, dengan demikian guru akan bisa menjadi guru yang profesional. Dalam hal ini Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir mengatakan nahwa, pendidik Islam yang profesional harus memiliki kompetensi yang lengkap, meliputi :
  1. Penguasaan materi al-Islam yang komprehensif serta berwawasan dan bahan pengayaan, terutama ada bidang-bidang yang menjadi tugasnya.
  2. Penguasaan strategi (mencakup pendekatan, metode dan teknik) pendidikan Islam, termasuk kemampuan evaluasinya.
  3. Penguasaan ilmu dan wawasan kependidikan.
  4. Memahami prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian pendidikan, guna keperluan pengembangan pendidikan Islam masa depan.
  5. Memiliki kepekaan terhadap informasi secara langsung atau tidak langsung yang mendukung kepentingan tugasnya.
Kemudian selain kompetensi-kompetensi di atas, Muhaimin dan Abdul Mujib seperti dikutip Abdul Mujib dan Mudzakir mengatakan "pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya apabila mempunyai kompetensi personal religius, sosial religius dan profesional religius".

Kompetensi personal religius adalah menyangkut kepribadian agamis pendidik, seperti memiliki kejujuran, amanah, keadilan, tanggung jawab, musyawarah dan sebagainya. Sedangkan sosial religius adalah menyangkut kepedulian sosial pendidik, seperti sikap gotong royong, tolong-menolong, memiliki sikap toleransi dan sebagainya. Sementara profesional religius adalah menyangkut kemampuan menjalankan tugas secara profesional, artinya mampu mengambil keputusan keahlian yang beragam serta mampu mempertangungjawabkannya.

F. ANALISIS KRITIS

Dari uraian sederhana di atas penulis berpendapat bahwa, pendidik memiliki multi tugas yang maha berat, sebab pendidik bertanggung jawab atas keberhasilan anak didiknya, baik di ranah kognitif, afektif maupun di ranah psikomotorik. Oleh sebab itu seorang pendidik sebelum menetapkan diri untuk menjadi seorang pendidik, hendaklah membangun diri dengan berbagai kompetensi, sehingga dengan itu pendidik akan mampu menjalankan tugas-tugas keguruannya dengan baik, tanpa itu tujuan pendidikan tidak akan tercapai secara maksimal.

Selanjutnya dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan itu juga, anak didik harus sejalan dengan pendidik, artinya anak didik juga harus memiliki etika dan menghormati guru, supaya dengan itu pendidik dalam mentransformasikan ilmunya juga dengan kerelaan dan keikhlasan.

-------------------------------------------------
DAFTAR KEPUSTAKAAN
  • Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2006), Cet.1
  • Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru), (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2005)
  • Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1986), Cet.2
  • Hans Wehr, A Dictionary of Modern Writen Arabic, (Beirut : Librarie du Liban, London : Macdonald dan Evans,Ltd., 1974), Cet.4
  • Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, (Jakarta : Haji Masagung, 1989), Cet.3
  • Jhon M.Echol dan Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 1980), Cet.18
  • Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2002), Cet.3
  • Syakirman M.Noor, Paradigma Pendidikan Islam, (Padang : Baitul Hikmah, [tt])
  • Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta : Balai Pustaka, 1997), Cet.9
  • Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari al-Gazali, (Jakarta : Bumu Aksara, 1991), Cet.1


Tidak ada komentar:

Posting Komentar