Kamis, 03 November 2011

Ilmu Kalam

A. PENGERTIAN ILMU KALAM 

Secara Etimologi kalam berarti "pembicaraan", yaitu pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Jadi ciri-ciri utama Ilmu Kalam itu adalah rasionalitas dan logis. Kata kalam pada awalnya memang dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata "logos" yang diadopsi dari bahaa Yunani yang berarti "pembicaraan". Dari kata inilah muncul istilah logika dan logis yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan istilah mantiq, sehingga ilmu logika (khususnya logika formal/sillogisme) dinamakan mantiq. Karena diadopsi dari bahasa Yunani, maka kerangka pemikiran Yunani memberikan kontribusi yang besar untuk memperkaya Ilmu Kalam.

Secara terminologi KALAM adalah :

Syekh Muhammad Abduh
Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas tentang Wujud Allah, sifat-sifat wajib yang ada bagi-Nya, sifat-sifat jaiz yang disifatkan bagi-Nya dan sifat-sifat yang tidak ada bagi-Nya. Selain itu ilmu kalam juga membahas tentang rasul-rasul Allah untuk menetapkan kebenaran risalahnya, apa yang wajib pada dirinya, hal-hal jaiz yang dihubungkan kepada diri mereka dan hal-hal terlarang yang dihubungkan kepada diri mereka .

Ibnu Khaldun
Ilmu Kalam adalah ilmu yang berisi alasan-alasan untuk mempertahankan kepercayan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan-bantahan terhadap orang-orang yang menyelewengkan kepercayaan salaf dan ahli sunah.

B. FUNGSI ILMU KALAM

Sebagian ketentuan agama tidak mungkin diyakini, kecuali melalui akal, seperti  :
1.    Mengetahui tentang adanya Allah dan kodrat-Nya untuk mengutus para rasul.
2.    Mengetahui tentang ilmu-Nya mengenai apa yang diwahyukan-Nya kepada para rasul.
3.    Mengetahui tentang iradat-Nya yg mutlak untuk menentukan siapa yang akan menjadi rasul.
4.    Mengetahui tentang segala sesuatu yang bersangkut paut dengan pengertian kerasulan,  
     termasuk  membenarkan adanya rasul

Agama datang untuk mengatasi paham dan pengertian manusia yang berakal, Mustahil jika agama membawa sesuatu yang bertentangan dengan akal dan logika. Al-Qur’an telah mempertemukan akal dengan agama yang merupakan kitab Allah terakhir sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya. Untuk menumbuhkan tauhid perlu dihadirkan dalil akal sebagai argumen yang mudah dicerna oleh akal manusia.

Ilmu tauhid sedikit sekali mendasarkan pendapatnya kepada Al-Qur’an dan Hadits, kecuali ketetapan pokoknya. Kemudian orang berpindah kepada pembicaraan masalah yang lebih menyerupai furuk (cabang), walaupun cabang itu dipandang sebagai pokok bagi apa-apa yang datang kemudian. Kehadiran Ilmu Kalam sebagai tawaran pemikiran ke-Tuhan-an yang memberikan dalil tentang pokok agama, lebih menyerupai logika sebagaimana ahli pikir dalam menjelaskan hujjah pendiriannya

C. HUBUNGAN ILMU KALAM DENGAN ILMU LAINNYA

Ilmu Kalam dikenal sebagai Ilmu yang berdiri sendiri, yaitu pada masa Khalifah Al-Ma’mun (813-833) dari Bani Abasiyah. Dinamakan dengan Ilmu Kalam karena :
1. Pembicaraan yang terpenting pada abad-abad permulaan hijriah adalah “apakah kalam Allah (al-Qur’an) itu qadim atau hadits”. Karena itu Ilmu Kalam adalah salah satu bagian terpenting dari keseluruhannya.
2.   Dasar-dasar Ilmu Kalam adalah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil pikiran yang tampak jelas dalam pembicaraan para mutakallimin. Mereka jarang mempergunakan dalil naqli (al-Qur’an dan Hadits), kecuali sesudah menetapkan benarnya pokok persoalan terlebih dahulu berdasarkan dalil-dalil pikiran.
Ada beberapa macam sebutan untuk Ilmu Kalam, yaitu :
1.   Ilmu Tauhid, karena membahas tentang Allah yang meliputi sifat-sifat yang wajib bagi-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan bagi-Nya dan sifat-sifat yang sama sekali tidak wajib bagi-Nya. Di samping itu juga membahas tentang rasul-rasul Allah untuk menetapkan kerasulan mereka, hal-hal yang wajib pada diri mereka, hal-hal yang dikaitkan kepada mereka dan hal-hal terlarang yang berkaitan dengan mereka. Tujuan Ilmu Tauhid adalah untuk memantapkan keyakinan, kepercayaan dan kemantapan hati yang didasarkan wahyu Allah.
2. Ilmu Ushuluddin, yaitu pokok-pokok kepercayaan terpenting yg menjadi pembahasannya adalah ketauhidan, kenabian dan kepercayaan pada akhirat. Tujuan Ilmu Ushuluddin adalah  untuk memurnikan keesaan Allah. Ilmu ini menempati kedudukan yang sangat penting di antara ilmu-ilmu keislaman lainnya. Hal itu disebabkan objek kajiannya adalah kepercayaan pokok dalam Islam.
3. Ilmu Akidah, pokok pembahasan ilmu ini adalah kepercayaan dalam Islam. Akidah merupakan aspek fundamental dalam Islam yang berhubungan dengan keimanan dan kepercayaan terhadap hal-hal yang gaib. Beberapa istilah yang digunakan seperti akidah, tauhid, ilmu kalam dan teologi terdapat persamaan, yaitu dalam objek yang menjadi pembicaraan atau pembahasan sama-sama membicarakan tentang Allah.

Sedangkan keterkaitan ilmu kalam dengan beberapa ilmu keislaman lainnya adalah :
1.  Filsafat Islam,yaitu ilmu retorika dan ilmu tentang cara berdebat yang diadopsi dari Filsafat Yunani. Bermanfaat untuk memperkuat dalil-dalil kepercayaan Islam dalam menghadapi lawan-lawannya.
2.  Ilmu Fikih, ilmu kalam membicarakan tentang akidah, prinsip-prinsip keyakinan Islam dan keesaan Allah, sementara ilmu fikih membahas tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah, mu’amalah, perkawinan, pidana dan waris.  Di samping itu ilmu fikih juga mengatur tentang amaliah pengabdian seorang hamba kepada Allah dan hubungannya dengan sesama manusia.
3. Ilmu Tasawuf, unsur utama tasawuf adalah penyucian diri dan tujuan akhirnya adalah kebahagiaan dan keselamatan abadi. Dalam membahas masalah ibadah ilmu tasawuf lebih banyak menggunakan perasaan dan latihan kejiwaan, karena dengan cara ini dapat memperbanyak amal ibadah.  Sementara ilmu kalam menggunakan dalil-dalil pikiran yang dimasukkan ke dalam hati nurani untuk membentuk ibadah manusia.

D. METODE PEMBAHASAN ILMU KALAM

Menurut Muhammad Amien sistem mutakallimin dalam membahas ilmu kalam berbeda dengan sistem orang-orang sebelum dan sesudahnya. Sistem Al-Quran mendasarkan seruannya pada fitrah manusia.  Hampir setiap manusia dengan fitrahnya mengakui adanya Tuhan, meskipun bebeda dalam menamakan dan memberi sifat-sifat terhadap Tuhan itu sendiri. Sedangkan Mutakallimin (Ulama Kalam) menggunakan akal untuk mencari Tuhan, tidak puas dengan dogma yang berada di luar jangkauan kekuasaan akal manusia. Dogma akan lumpuh bila bertentangan dengan akal.

Mengenai nas-nas mutasyabihat, para ulama mutakallimin tidak merasa puas dengan beriman secara ijmal saja tanpa mengadakan takwil. Mereka mengumpulkan nas-nas yang bertentangan, kemudian ditakwilkan.  Mentakwilkan nas-nas itu adalah ciri khusus bagi mutakallimin. Mentakwilkan nas-nas ini memberikan kebebasan pada akal untuk membahas dan memikirkannya dan hal itu akan menimbulkan perbedaan hasil takwil. Mentakwil itu tidak dikenal pada masa Rasulullah Saw.

E. RUANG LINGKUP ILMU KALAM

1. Wujud Tuhan, manusia yang menghargai akal fikirannya dan ingin mempertemukan akal fikiran itu dengan ajaran-ajaran agama, pasti akan mencari bukti-bukti adanya Tuhan.  Sebab Tuhan menjadi sumber soal-soal lainnya, seperti keesaan, sifat dan perbuatan-Nya, rasul-rasul dan soal keakhiratan serta masalah lain yang berkaitan dengan keimanan.
2. Ke-Esa-an Tuhan, dalil tentang keesaan Tuhan diantaranya seperti yang dikembangkan oleh filosof muslim Al-Faraby  dalam Teori Urutan Wujud. Menurut Ibn Rusyd, untuk membuktikan keesaan Tuhan menggunakan dalil-dalil syara’ yang ditujukan kepada hati dan fikiran manusia dalam berbagai tingkatannya.
3. Zat dan Sifat Tuhan, dari semua pendapat tentang zat Tuhan, pendapat Muktazilah yang lebih dekat dengan prinsip keesaan dan penyucian Tuhan (tauhid dan tanzih) dan prinsip peniadaan persamaan Tuhan dengan makhluk. Pendapat yang benar dalam soal sifat ialah pengakuan adanya sifat-sifat Tuhan tanpa membicarakan qadim dan hadisnya.
4. Sifat-sifat Aktif Tuhan , Ulama Kalam tidak sama pendapatnya tentang sifat Tuhan berupa perbuatan, baik tentang definisi maupun tentang qadim hadisnya. Menurut Muktazilah setiap yang bisa ada dan bisa tidak ada, disebut sifat aktiva, seperti menjadikan, memberi rezeki dan berbicara. Menurut aliran Asy’ariyah sifat aktiva ialah sifat yang apabila tidak ada, maka tidak diharuskan adanya sifat-sifat yang berlawanan.
5. Sifat Ilmu Menurut Muktazilah, sifat ilmu adalah qadim dan tidak terkena berubahan.  Asy’ariyah berpendapat bahwa manusia tidak bisa mengetahui hakikat ilmu Tuhan. Maturidiyah menetapkan sifat ilmu yang qadim didasarkan atas ayat-ayat al-Qur’an dan dikuatkan dengan dalil akal pikiran yang didapatkan dari tanda-tanda kebijaksanaan Tuhan. Ibn Rasyid menetapkan adanya sifat ilmu yang dapat dibuktikan dengan adanya ketelitian susunan alam ini.
6. Sifat Kalam , Perkataan Tuhan (kalam) adalah apa yang diwahyukan kepada manusia melalui orang-orang pilihan-Nya (rasul dan nabi-nabi). Kalam yang berisi peraturan untuk kebahagiaan manusia, berupa kepercayaan kepada Allah, syari’at dan akhlak. Kesemuanya itu (kalam) dinamakan perkataan Allah, baik dinyatakan dalam bahasa Ibrani maupun bahasa Arab dan dengan cara yang berbeda-beda
7. Kejisiman Tuhan , Kaum Musyabihah dengan tegas menyatakan bahwa Tuhan adalah Jisim, bahkan seperti manusia, beranggota badan, berarah dan bergerak. Sementara Ulama Kalam menyatakan pula dengan tegas kebalikkannya, Tuhan tidak mungkin berjisim. Manusia tidak dapat mengetahui Allah dan menentukan sifat-sifat-Nya yang sebenarnya. Kecuali dengan menggunakan tasybih (persamaan) dengan makhluk dan tanzih (penyucian). Tuhan tidak pantas berjisim seperti makhluk ciptaan-Nya.
8. Arah, Muktazilah dengan tegas mengingkari arah bagi Tuhan karena menetapkan arah itu berarti menetapkan tempat bagi-Nya dan menetapkan tempat itu berarti menetapkan kejisiman-Nya. Menurut Asy’ary, pendapat tentang arah Tuhan lebih mendekati kepada penjisiman Tuhan.
9. Rukyat, soal rukyat bertalian erat dengan soal kejisiman dan arah serta menjadi salah satu bahan perselisihan yang penting antara aliran-aliran Islam, meskipun masing-masing aliran mendasarkan pendapatnya pada al-Qur’an. Penyebab utama perselisihan itu adalah perbedaan gambaran terhadap zat Tuhan dan pertalian antara orang yang melihat dan yang dilihat. Dalam alasan Asy’ary dan golongan Asy’ariyah banyak hal yang sukar diterima akal.
10.Keadilan Tuhan, ulama muslim tidak sama pemahamannya terhadap iradah (kemauan/kehendak) Tuhan.  Apakah kehendak itu mutlak, tidak tunduk kepada norma-norma, baik dan buruk, adil dan zalim serta kebijaksanaan ATAUKAH tunduk kepada hal-hal itu semua?
11.Qada dan Qadar, perbedaan pendapat dalam soal qada dan qadar, terutama karena adanya beberapa ayat al-Qur’an yang pengertiannya saling bertentangan. Di satu pihak, beberapa ayat menetapkan pertanggungjawaban manusia atas perbuatannya. Di pihak lain, beberapa ayat menyatakan bahwa Tuhan yang menjadikan segala sesuatu.

F. PENERAPAN ILMU KALAM

Orang-orang Islam periode pertama beriman kepada takdir baik dan buruk, beriman bahwa manusia itu diperintah untuk melaksanakan suruhan Allah. Iman mereka terhadap hal-hal tersebut sangat kuat, tanpa membahas secara mendalam dan tidak memfilsafatkan pikirannya. Kemudian datang orang-orang yang mengumpulkan ayat-ayat sekitar masalah itu dan memfilsafatkannya. Di satu pihak ada ayat-ayat yang menunjukkan adanya   paksaan (predestinasi) dalam pemberian tugas di luar kemampuan manusia. Di pihak lain banyak ayat-ayat yang menerangkan bahwa manusia bisa melakukan ikhtiar dan bertanggung jawab terhadap perbuatannya (indeterminitis). Firman Allah :

ومَا مَنَعَ النَّاسَ أَن يُؤْمِنُواْ إِذْ جَاءهُمُ الْهُدَى إِلاَّ أَن قَالُواْ أَبَعَثَ اللّهُ بَشَراً رَّسُولاً

Artinya : Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman ketika petunjuk datang kepadanya. (Q.S. Al-Isra’ : 94)

Ketika Rasulullah Saw wafat, beliau tidak menunjuk seorang pengganti dan tidak pula menentukan prosedur yang bisa dipergunakan dalam pemilihan khalifah. Sebagai bukti golongan muhajirin dan golongan ansar berselisih pendapat dengan alasannya masing-masing. Perselisihan politik yang telah diwarnai agama membawa mereka kepada perbedaan dalam memberikan definisi tentang iman, kufur, dosa besar, dosa kecil, hukum orang yang melakukan dosa besar.  Setelah itu mereka terbawa kepada perselisihan di bidang furuk, sehingga tiap-tiap partai menjadi golongan yang berselisih di bidang usul dan furuk sepanjang zaman.

Pada sisi lain, para mutakallimin memiliki kepentingan terhadap filsafat dengan tujuan untuk menghadapi dan mengimbangi musuh-musuhnya yang menguasai filsafat. Mutakallimin perlu mendebat mereka dengan mempergunakan alasan-alsan yang sama.  Tuntutan ini kemudian mengharuskan mutakallimin untuk mempelajari filsafat Yunani dalam mengambil manfaat ilmu logika, terutama dari segi ketuhanannya. Kita mengetahui an-Nadham (tokoh Muktazilah) mempelajari filsafat Aristoteles dan menolak beberapa pendapatnya. 


(Materi Akidah Akhlak Kelas XI Madrasah Aliyah)
Dikutip dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar