A. PENGERTIAN AKIDAH
Menurut Bahasa : ‘عقد ـ يعقد ـ عقيدة yang berarti : Simpul, ikatan atau perjanjian yang kukuh. Setelah berbentuk ‘AQIDAH berarti KEYAKINAN. Relevansi antara ‘aqada dengan ‘aqidah adalah : Keyakinan yang tersimpul kukuh dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
Menurut Bahasa : ‘عقد ـ يعقد ـ عقيدة yang berarti : Simpul, ikatan atau perjanjian yang kukuh. Setelah berbentuk ‘AQIDAH berarti KEYAKINAN. Relevansi antara ‘aqada dengan ‘aqidah adalah : Keyakinan yang tersimpul kukuh dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
Menurut sumber lain, kata akidah berasal dari bahasa Arab yg berarti YANG
DIPERCAYAI HATI. Kata al-’aqidu seakar
dengan kata ‘aqidah yang berarti PENYATUAN
DARI SEMUA UJUNG BENDA. Alasan
digunakan kata aqidah untuk mengungkapkan makna kepercayaan atau keyakinan. Kepercayaan adalah pangkal dan sekaligus tujuan dari segala perbuatan mukallaf.
digunakan kata aqidah untuk mengungkapkan makna kepercayaan atau keyakinan. Kepercayaan adalah pangkal dan sekaligus tujuan dari segala perbuatan mukallaf.
Pengertian AKIDAH menurut Istilah :
1. Hasan Al-Banna dalam kitab majmu’ah
ar.rasa’il => Akidah adalah
beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan
ketenteraman jiwa dan menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan
keragu-raguan.
2. Abu Bakar Jabir al-Jazairy
dalam kitab Aqidah al-Mu’min => Akidah adalah sejumlah kebenaran yang
dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah.
3. Mahmud Syaltut => Akidah
Islam adalah sesuatu yang harus diyakini sebelum apa-apa dan sebelum melakukan
apa-apa tanpa keraguan sedikit pun dan tanpa ada unsur yang mengganggu
kebersihan keyakinan.
Sesuatu yang harus diyakini
sebelum apa-apa adalah keyakinan akan keberadaan Allah dengan segala fungsinya.
Semua itu tercakup dalam rukun iman sebagai ikrar bagi setiap muslim dalam
menyatakan ke-Islam-annya sejak lahir dan merupakan landasan hidup. Dengan demikian dapat dismpulkan bahwa Akidah
adalah keyakinan yang dikaitkan dengan rukun iman dan merupakan azas dari
seluruh ajaran Islam. Setiap manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran, Misalnya :
~ Indra untuk mencari
kebenaran
~ Akal untuk menguji
kebenaran
~ Wahyu pedoman dalam
menentukan baik dan buruk.
Dalam berakidah instrumen itu
harus ditempatkan fungsinya
masing-masing dalam posisi yang benar.
Tingkat keyakinan seseorang akan
ditentukan oleh tingkat pemahamannya terhadap dalil, karena itu keyakinan yang
tidak berdasarkan dalil akan mudah tergoyahkan oleh berbagai tantangan dan
masalah yang dihadapi. Al-Qur’an menyatakan bahwa setiap manusia sudah
menyatakan dirinya beriman kepada Allah Swt. sejak zaman azali yang kemudian
dikenal dengan SYAHADAT.
Firman Allah :
وَاِذَاَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِيْ أَدَمَ مِنْ
ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلىَ اَنْفُسِهِمْ اَلَسْتُ
بِرَبِّكُمْ. قاَلُوْابَلىَ. شَهِدْنَا.....
Artinya : Dan (ingatlah) ketika
Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman)
“Bukankah Aku Tuhanmu?” mereka menjawab “Betul (Engkau Tuhan Kami), kami
bersaksi”. (Q.S.al-A’raf : 172)
Ikatan akidah yang dinyatakan di
alam azali itu tetap dipelihara hingga akhir hayat. Itu sebabnya setiap manusia
yang lahir ke dunia dianjurkan untuk dikumandangkan azan pada telinga kanan dan
ikamah di telinga kiri yang pada intinya untuk mengingatkan manusia pada ikatan
akidahnya. Sesuai dengan konsep dan proses kejadian manusia yang secara umum
terbagi tiga (pradunia, dunia dan pascadunia), ada bagian yang tidak dapat
dijangkau oleh pancaindra serta imajinasi manusia dan hanya bisa dipercayai dan
diyakini kebenarannya dengan hati.
Masalah akidah terutama yang
berkaitan dengan iman kepada malaikat, alam gaib (surga/neraka) yang kesemuanya
itu harus diyakini tanpa harus dibuktikan dengan rekayasa teknologi. Jadi, objek keyakinan hati atau
keimanan itu pada umumnya adalah sesuatu yang gaib, sesuatu yang ada, tetapi
keberadaannya tidak dapat dijangkau serta diidentifikasi oleh pancaindra dan
imajinasi manusia kecuali unsur-unsur yang tampak, seperti Rasul dan Kitab yang
dibawanya. “YANG ADA ITU TIDAK
ADA, YANG TIDAK ADA ITU LAH YANG ADA”
Penekanan kepercayaan bukan pada
aspek ada atau tidaknya, tetapi segi sikap menerima segala fungsi dan
peranannya dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu semua informasi tentang
ajaran akidah Islam, baik tentang wujud Allah beserta atribut-Nya, tentang
kerasulan, para malaikat beserta fungsi-fungsinya, kitab suci, kehidupan
akhirat berupa surga dan neraka berikut prosedur hisabnya, tentang qada dan
qadar disampaikan lewat wahyu. Tanpa informasi serta penegasan Allah umat
manusia tidak akan mengetahui apa-apa tentang ajaran dan tidak akan menerimanya
dengan suatu keyakinan dan kebenaran.
B. PRINSIP-PRINSIP AKIDAH
Islam mengajarkan setiap manusia
wajib menyembah hanya kepada Allah dengan tidak memakai perantara apa dan siapa
pun.
Firman Allah dalam surat Ali
‘Imran : 64 menyatakan :
قُلْ يَاَهْلَ الْكِتَبِ تَعَالُوْ اِلَى
كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّانَعْبُدَ اِلاَّ اللهَ
وَلَانُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ
دُوْنِ اللهِ فَإِنْ تَوَلَّوْافَقُوْلُوْااشْهَدُوْابِاَنَّامُسْلِمُوْنَ.
Artinya : Katakanlah (Muhammad)
“Wahai Ahli Kitab!! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang
sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita
tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan bahwa kita tidak menjadikan
satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah
(kepada mereka) “Saksikanlah bahwa kami adalah orang Muslim”
Ayat ini menegaskan bahwa, dalam
peribadatan Islam hanya Allah semata dan menunjukkan kemurnian dalam menegaskan
mengesakan Allah. Apapun bentuk ibadah di dalam Islam hanya ditujukan kepada
Allah, baik shalat, zakat, puasa, haji ataupun perkataan dan perbuatan yang ada
hubungannya dengan sesama manusia atau dengan alam serta lingkungan sekitarnya.
Hakikat ibadah itu adalah menundukkan jiwa dan raga kepada Allah dengan
perasaan cinta kepada-Nya dan patuh serta taat akan kebesaran-Nya. Oleh karena
itu segala macam ibadah bila tanpa didasari dengan ketundukkan jiwa dan rasa
cinta yang tulus kepada Allah, belum bisa dinamakan dengan ibadah.
Menurut Syekh Ali Tantawi dalam Kitab Ta’rif ‘am bi Dinil Islam,
fasal Qawa’idul ‘Aqa’id“Fitrah dan akal manusia berperan penting dalam
masalah akidah yang diyakini seseorang”. Yang maksudnya adalah :
1. Apa yang saya dapat dengan
indra, saya yakini adanya, kecuali apabila akal saya mengatakan “tidak”
berdasarkan pengalaman masa lalu.
2. Keyakinan di samping
diperoleh dengan menyaksikan langsung juga bisa berita yang diyakini kejujuran
si pembawa berita. Banyak hal yang memang tidak atau belum kita saksikan
sendiri, tetapi kita yakini adanya.
3. Kemampuan alat indra memang
sangat terbatas. Namun kita tidak dapat dan tidak berhak memungkiri wujud
sesuatu hanya karena kita tidak bisa menjangkaunya dengan indra mata.
4. Seseorang hanya bisa
menghayalkan sesuatu yang sudah pernah dijangkau oleh indranya dan tidak mampu
menghayalkan apa yang belum pernah dilihatnya.
5. Akal hanya bisa menjangkau
hal-hal yang terikat dengan ruang dan waktu, akal tidak akan bisa menjelaskan
kapan terjadinya suatu peristiwa, jika peristiwa itu tidak terjadi lebih
dahulu, sekarang dan tidak pula pada masa akan datang
6. Setiap manusia yang hidup
di dunia memiliki fitrah mengimani adaya pencipta dan pengatur kehidupan,
tetapi fitrah itu hanya merupakan potensi dasar yang harus dikembangkan dan
dipelihara, karena fitrah itu bisa tertutup oleh berbagai hal yang menjadi daya
tarik dalam kehidupan.
7. Manusia tidak akan puas
dengan materi yang berhasil diraihnya, karena memang materi itu sangat terbatas
di dunia ini. Oleh sebab itu manusia butuh alam lain sesudah dunia ini untuk
mendapatkan kepuasan yang hakiki.
8. Keyakinan tentang hari akhir merupakan
konsekwensi dari keyakinan tentang adanya Allah. Beriman kepada Allah menuntut
adanya sikap penerimaan terhadap sifat-sifat yang dimiliki Allah, termasuk
sifat adil. Jika tidak ada kehidupan
lain di akhirat, bisakah keadilan Allah itu terlaksana? Oleh karena itu iman
kepada Allah memberikan konsekwensi keimanan adanya alam akhirat setelah
berakhirnya kehidupan di alam dunia, sebagai pertanggungjawaban kehidupan
manusia dan membuktikan kebenaran janji serta kekuasaan Allah sebagai al-malik
al-yaumud-din.
Sebagai Kesimpulan Prinsip-prinsip
aqidah Islam itu adalah :
1.Tidak ada Agama yang BENAR
selain ISLAM. Agama Islam datang untuk menyempurnakan dan menggantikan
agama-agama sebelumnya beserta syari’at-syari’atnya. Firman Allah dalam surat
Ali Imran : 85 :
وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَالْإِسْلَامِ دِيْنًا
فَلَنْ يُّقْبَلُ مِنْهُ وَهُوَفِى الْأَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ.
“Dan barang siapa
mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima dan di akhirat dia termasuk
orang yang merugi”
2. Kitab Al-Qur’an adalah
Kitab yang Terakhir diturunkan oleh Allah. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi
akhir zaman, yaitu Nabi Muhammad Saw, sebagai peyempurnakan kitab-kitab
sebelumnya dalam segala hal, terutama ajarannya dan berfungsi sebagai petunjuk
dan pegangan hidup umat manusia. Siapa yang berpegang teguh kepada Al-Qur’an
hidupnya dijamin akan bahagia di dunia dan di akhirat. Allah telah
menyempurnakan agama Islam dan telah meredainya sebagai agama yang membawa
keselamatan. Allah berfiman :
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ
وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلَامَ دِيْنًا.....
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama mu untuk
mu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagi mu, dan telah Aku redhai Islam
sebagai agama mu”
3. Nabi Muhammad Saw.
Merupakan Penutup seluruh Nabi dan Rasul. Jika ada yang mengaku sebagai rasul
setelah Nabi Muhammad Saw dan mempunyai kitab suci berarti semua itu palsu. Firman Allah :
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَااَحَدٍ من رِّجالكم
ولكنَّ رّسول اللهِ وخاتم النبين
“Muhammad itu bukanlah bapak salah seorang siantara kamu,
tetapi adalah utusan Allah dan
penutup para nabi. Dan Allah Mengetahui segala sesuatu
4. Meyakini bahwa Orang yang
Tidak Memeluk Agama Islam itu Kafir. Orang
yang tidak mempercayai dan tidak mengamalkan ajaran Islam merupakan orang
kafir.
Firman
Allah :
لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ
اَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِيْنَ مُنْفَكِيْنَ حَتَّى تَأْتِيْهِمُ
اْلبَيِّنَةُ ــ البينة : 1 ــ
“Orang-orang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang
musyrik tidak akan meninggalkan (agama mereka) sampai datang kepada mereka
bukti yang nyata”
Bukti yang dimaksud dalam ayat di atas adalah bukti nyata yang akan
terlihat setelah datang hari pembalasan. Pada
saat itulah orang-orang kafir sadar dan mempercayai bahwa agama Islam itu benar, Akan tetapi kesadarsan itu
sia-sia karena semuanya sudah terlambat. Orang-orang
kafir tempatnya di neraka Jahannam dan mereka kekal di dalamnya, sebagai akibat
tidak mempercayai bahwa agama Islam yang dibawa oleh para nabi dan rasul itu
benar adanya.
Allah Berfirman :
اِنَّ الَّذِيْنَ
كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ
خَالِدِيْنَ فِيْهَا. أُولَئِكَ هُمُ شَرُّاْلبَرِيَّةِ.... ــ البينة : 6ــ
“Sungguh, orang-orang kafir dari
golongan ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itulah sejahat-jahat makhluk”
C. RUANG LINGKUP AKIDAH
Hasan al-Banna mengatakan bahwa ruang lingkup pembahasan akidah Islam
sebagai berikut :
1. Ilahiyah =>
Pembahsan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah, seperti wujud,
nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan Allah.
2. Nubuwwah => Pembahasan tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan nabi dan rasul, termasuk pembicaraan
mengenai kitab-kitab Allah, mukjizat dan keramat.
3. Ruhaniyah =>
Pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan alam metafisika, seperti
malaikat, jin, iblis, setan dan roh.
4. Sam’iyah =>
Pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sama’i.
Maksudnya, melalui dalil naqli yang berupa al-Qur’an dan as-Sunnah, seperti
alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga dan neraka.
Di samping itu, ruang lingkup
pembahasan akidah Islam juga bisa mengikuti sistematika arkaanul iman (rukun
iman).
D. METODE PENINGKATAN AKIDAH
Muhammad al-Gazali mengatakan “Inilah akidah yang kuat, akidah yang
sebenarnya”. Bila
keyakininan semacam ini dipegang san dilaksanakan, berarti hidup sudah punya
prinsip yang benar dan kukuh. Seorang
mukmin senantiasa berkomunikasi dengan penuh tanggung jawab dan waspada dalam
segala urusan. Bila bertindak
dengan dasar kebenaran, maka akan bisa pula bekerja sama dengan orang-orang
yang berperilaku benar pula, kalau
dia melihat ada yang menyimpang dari jalan yang benar, maka dia akan mengambil
jalan sendiri, sesuai dengan akidah yang benar. Rasulullah Saw. bersabda :
لاَ تَكُوْ نُوْا
اِمَّعَةً تَقُوْلُوْن اِنْ اَحْسَنَ النّاسُ اَحْسَنَّا وَاِنْ ظَلَمُوْا ظَلَمْنَا وَلَاكِنْ
وَطِّنُوْ اَنْفُسَكُمْ اِنْ اَحْسَنَ النّاسُ اَنْ تُحْسِنُوْا وَاِنْ اَسَاءُوْا
فَلَا تَظْلِمُوْا. –رواه الترمذى-
Artinya : Janganlah ada di antara kamu menjadi orang yang tidak mempunyai
pendirian, ia berkata : “Saya ikut bersama-sama orang. Kalau orang berbuat
baik, saya juga berbuat baik dan kalau orang berbuat jahat, saya juga berbuat
jahat” Akan tetapi teguhkanlah pendirianmu, apabila orang berbuat baik,
hendaklah kamu juga berbuat baik dan jika mereka berbuat jahat, hendaknya kamu
jauhi perbuatan jahat itu. (HR.at-Tirmidzi).
Iman merupakan suatu hal yang
sangat fundamental dalam Islam dan menjadi pengendali perilaku dalam kehidupan. Ibarat sebuah mobil yang bergerak ke
suatu tujuan, maka diperlukan mesin untuk sebagai penggeraknya agar bisa
mencapai tujuan. Imam Gazali menggambarkan,
manusia hidup di dunia ini tak ubahnya bagai seseorang yang mengarungi lautan. Di
waktu badai mengamuk, dia menghadapi gelombang yang bergulung-gulung. Jantungnya
berdebar-debar, dia diliputi rasa cemas, takut kalau-kalau tenggelam dan
terkubur ke dasar laut. Dalam situasi ini segala usaha akan dilakukan untuk
menyelamatkan diri. Apabila badai telah surut, maka ia
dapat berlayar seperti orang yang berjalan santai atau sambil bersiul-siul. Pasang naik dan pasang surut dalam
kehidupan lautan adalah sunnatullah yang harus ditemui dan tidak dapat
dielakkan.
Maksud gambaran Imam Gazali di
atas adalah manusia dalam kehidupan ini tidak terlepas dari berbagai macam
masalah. Jalan yang ditempuh kadang-kadang datar, kadang menurun atau mendaki.
Manusia akan bertemu dengan nikmat dan juga bencana, bahagia dan juga sengsara. Dalam mengarungi gelombang kehidupan
yang demikian manusia harus mempunyai landasan berpijak dan mempunyai tali
untuk berpegang.
Landasan berpijak itu adalah
IMAN, yaitu keyakinan yang bulat dan utuh bahwa manusia itu hanyalah
menrencanakan. Kewajibannya ialah berusaha, berjuang sesuai dengan martabat dan
kedudukannya. Kemantapan iman dapat diperoleh dengan menanamkan TAUHID لا اله الا الله (tiada Tuhan selain Allah). Tiada yang dapat
menolong, memberi nikmat, kecuali Allah. Kebahagiaan di segenap lapangan hanya
diperoleh dengan jalan berakhlak mulia. Apabila
iman kuat, jiwa akan selalu tenang, tidak goncang menghadapi segala sesuatu,
sebab dalam jiwa akan hidup rasa persaudaraan, persamaan dan kemanusiaan. Iman yang subur dan sehat menghilangkan
sifat dengki dan cemburu.
Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa
iman itu tergambar dari amal atau dari sifat dan tingkah laku seseorang. Kadang Allah menyebutkan amal pada
urutan pertama, sedang iman pada urutan kedua, oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa amal merupakan syarat kebenaran iman seseorang.
Firman Allah dalah surah Thaha : 112 :
وَمَن يَعْمَلْ مِنَ
الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَا يَخَافُ ظُلْماً وَلَا هَضْماً
Artinya : Dan barangsiapa mengerjakan
kebajikan sedang dia (dalam keadaan) beriman, maka dia tidak khawatir akan
perlakuan zalim (terhadapnya) dan tidak (pula khawatir) akan pengurangan
haknya.
E. KUALITAS AKIDAH DALAM
KEHIDUPAN
Apabila iman sudah tertanam dalam
jiwa. Akan menimbulkan pendorong semangat untuk beribadah dan pengabdian yang
terus-menerus dalam memikul rasa tanggung jawab dan menanggulangi segala
kesulitan atau bahaya yang dihadapi dalam kehidupan sampai menemui ajal. Orang
mukmin sejati adalah orang yang mempunyai harga diri, tidak mau melakukan
perbuatan yang pantas di hadapan sesama manusia apalagi di hadapan Sang
Pencipta. Apabila iman sudah
tertanam dalam jiwa, akan menimbulkan pendorong semangat untuk beribadah dan
pengabdian yang terus-menerus dalam memikul rasa tanggung jawab dan
menanggulangi segala kesulitan atau bahaya yang dihadapi dalam kehidupan sampai
menemui ajal. Pengaruh terpenting dari keimanan adalah membuat manusia menjadi
taat dan patuh kepada hukum-hukum Allah.
Seseorang yang beriman meyakini
bahwa Allah mengetahui segalanya, baik yang nyata maupun yang tersembunyi dari
pandangan manusia. Manusia dapat
menyembunyikan sesuatu dari orang lain, tetapi tidak
dapat menyembunyikannya di hadapan Allah.
Semakin kukuh keyakinan seseorang, semakin patuh dia terhadap perintah-perintah
Allah. Dia akan menghindari perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah dan
mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya, walaupun dalam keadaan sendiri. Keimanan memiliki pengaruh yang besar
dalam kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu keimanan menjadi aspek
yang pertama dan terpenting untuk menjadi seseorang muslim sejati.
Muslim berarti kepatuhan dan
ketaatan kepada Allah. Kepatuhan itu tidak mungkin tumbuh dalam diri seseorang
jika ia tidak mempunyai keyakinan dan keimanan terhadap kalimat tauhid, artinya
tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah. Di samping memberikan dampak
positif terhadap kehidupan seorang muslim itu sendiri, iman juga dapat
memberikan kenikmatan bagi orang lain dan lingkungannya. Dalam sebuah perumpamaan Allah
Swt. Berfirman :
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً
كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي
السَّمَاء. تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ
بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللّهُ الأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ
يَتَذَكَّرُونَ. وَمَثلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِن
فَوْقِ الأَرْضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٍ. يُثَبِّتُ اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ
بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ
اللّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللّهُ مَا يَشَاءُ
Artinya : Tidakkah kamu
memperhatikan bagaimana Allah telah Membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit,
(pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhan-nya. Dan
Allah Membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat. Dan
perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut
akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun. Allah
Meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam
kehidupan) di dunia dan di akhirat; dan Allah Menyesatkan orang-orang yang
zalim dan Allah Berbuat apa yang Dia Kehendaki.
(Ibrahim : 24-27).
Yang termasuk dalam Kalimat yang baik ialah kalimat tauhid, segala
Ucapan yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran serta
perbuatan yang baik. kalimat tauhid seperti Laa ilaa ha illallaah. Yang
termasuk dalam Kalimat yang buruk ialah kalimat kufur, syirik, segala perkataan
yang tidak benar dan perbuatan yang tidak baik. Yang
dimaksud ucapan-ucapan yang teguh di sini ialah kalimatun thayyibah yang
disebut dalam ayat 24 di atas. Allah
menjanjikan bagi orang yang beriman dengan teguh kepada keimanannya, akan
menghapuskan rasa takut dan sedih serta di akhirat dia akan ditempatkan dalam
surga. Firman Allah :
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ
اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا
تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ - فصلت :٣٠-
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah
Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan
turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan
janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga
yang telah dijanjikan kepadamu.”
(Materi Akidah Akhlak Kelas X Madrasah Aliyah)
Dikutip dari berbagai sumber
Dikutip dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar