Rabu, 09 November 2011

Tarekat Syaziliyah

A. TOKOH PENDIRI DAN PERKEMBANGANNYA

Tarekat Syadziliyah adalah tarekat yang dipelopori oleh Syekh Abul Hasan Asy Syadzili. Nama kecilnya Ali, bergelar Taqiyuddin, Julukanya Abu Hasan dan nama populernya adalah Asy Syadzili.

Al-Syadzili lahir di sebuah desa yang bernama Ghumarah, dekat kota Sabtah pada tahun 593 H(1197 M). Beliau berasal dari garis keturunan Nabi Muhammad Saw. dengan silsilah nasab sebagai berikut :

=> As-Sayyid Asy-Syaikh Abil Hasan Asy-Syadzili bin
=> Ali bin
=> Abdullah bin
=> Tamim bin
=> Hurmuz bin
=> Hatim bin
=> Qusay bin
=> Yusuf bin
=> Yusya bin
=> Ward bin
=> Bathaal bin
=> Ali bin
=> Ahmad bin
=> Muhammad bin
=> Isa bin
=> Muhammad bin
=> Abi Muhammad bin
=> Imam Hasan bin
=> Sayyidna Ali ra dan Sayyidatina Fathimah binti
=> Rasulullah Sayyidina Muhammad saw.

Sebagai tokoh tarekat, beliau mengamalkan tarekat yang juga diajarkan Nabi Muhammad Saw. dengan silsilah tarekat sebagai berikut :
=> As-Syaikh As-Sayyid Abil Hasan Asy-Syadzili ra, dari
=> As-Syaikh Abdus Salam b Mashish ra, dari
=> As-Syaikh Muhammad bin Harazim ra, dari
=> As-Syaikh Muhammad Salih ra, dari
=> As-Syaikh Shuaib Abu Madyan ra, dari
=> As-Syaikh As-Sayyid Abdul Qadir Al-Jailani ra, dari
=> As-Syaikh Abu Said Al-Mubarak ra, dari
=> As-Syaikh Abul Hasan Al-Hukkari ra, dari
=> As-Syaikh At-Tartusi ra, dari
=> As-Syaikh Asy-Shibli ra, dari
=> As-Syaikh Sari As-Saqati ra, dari
=> As-Syaikh Ma'ruf Al-Kharkhi ra, dari
=> As-Syaikh Daud At-Tai ra, dari
=> As-Syaikh Habib Al-Ajami ra, dari
=> Imam Hasan Al-Basri ra, dari
=> Sayyidina Ali bin Abu Talib ra, dari
=> Sayyidina Muhammad saw.

Abul Hasan asy-Syadzili menghapal al-Quran dan merantau ke Tunis ketika usianya masih sangat muda, tinggal di desa Syadzilah. Oleh karena itu, namanya dinisbatkan kepada desa Syadzilah meskipun ia tidak berasal dari desa tersebut.

Secara pribadi Abul Hasan asy-Syadzili tidak meninggalkan karya tasawuf, begitu juga muridnya, Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya sebagai ajaran lisan tasawuf, doa, dan hizib. Ibn Atha’illah as- Sukandari adalah orang yang prtama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga kasanah tareqat Syadziliyah tetap terpelihara. 

Ibn Atha’illah juga orang yang pertama kali menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan tareqat tersebut, pokok-pokoknya, prinsip-prinsipnya, bagi angkatan-angkatan setelahnya. Melalui sirkulasi karya-karya Ibn Atha’illah, tareqat Syadziliyah mulai tersebar sampai ke Maghrib, sebuah negara yang pernah menolak sang guru.

Syadzili sendiri tidak mengenal atau menganjurkan murid-muridnya untuk melakukan aturan atau ritual yang khas dan tidak satupun yang berbentuk kesalehan populer yang digalakkan. Namun, bagi murid-muridnya tetap mempertahankan ajarannya. Para murid melaksanakan Tareqat Syadziliyah di zawiyah-zawiyah yang tersebar tanpa mempunyai hubungan satu dengan yang lain.

Sebagai ajaran, Tareqat ini dipengaruhi oleh al-Ghazali dan al-Makki. Salah satu perkataan as-Syadzili kepada murid-muridnya : “Seandainya kalian mengajukan suatu permohonanan kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu Hamid al-Ghazali”. Perkataan yang lainnya : “Kitab Ihya’ Ulum ad-Din, karya al-Ghozali, mewarisi anda ilmu. Sementara Qut al-Qulub, karya al-Makki, mewarisi anda cahaya.”

Tarekat Syadziliyah ini menarik di kalangan kelas menengah, pengusaha, pejabat, dan pengawai negeri. Hal ini disebabkan karena ke-khas-an yang tidak begitu membebani pengikutnya dengan ritual-ritual yang memberatkan seperti yang terdapat dalam tarekat-tarekat lain. Tarekat ini mempunyai pengaruh yang besar di dunia Islam, sampai saat ini tarekatSyadziliyah terdapat di Afrika Utara, Mesir, Kenya, dan Tanzania Tengah, Sri langka, Indonesia dan beberapa tempat yang lainnya termasuk di Amerika Barat dan Amerika Utara. Di Mesir tempat awal mula penyebaran tarekat ini, mempunyai beberapa cabang, yakitu : al-Qasimiyyah, al- madaniyyah, al-Idrisiyyah, as-Salamiyyah, al-handusiyyah, al-Qauqajiyyah, al-Faidiyyah, al-Jauhariyyah, al-Wafaiyyah, al-Azmiyyah, al-Hamidiyyah, al-Faisiyyah dan al- Hasyimiyyah.

Di Indonesia, pengamalan tareqat ini tidak berbeda dengan tradisi di Timur Tengah, dalam banyak kasus lebih bersifat individual dan pengikutnya relatif jarang. Dalam praktiknya, kebanyakan para anggotanya hanya membaca secara individual rangaian-rangkaian doa yang panjang (hizb) dan diyakini mempunyai kegunaan-kegunaan megis. Para pengamal tarekat ini mempelajari berbagai hizib, paling tidak melalui pengajaran (talkin) yang diberikan oleh seorang guru yang berwewenang dan dapat memelihara hubungan tertentu dengan guru.

B. Ciri Khas Tarekat Syadziliyah

Setiap anggota tarekat ini wajib mewujudkan semangat tarekat dalam kehidupan dan lingkungan dan mereka tidak diperbolehkan mengemis atau mendukung kemiskinan. Oleh karen itu, ciri khas yang menonjol dari anggota tarekat ini adalah :
  1. Mursyid tidak memberatkan murid-murid dan amalan yang diberikan pun pasti pas, sesuai dengan volume ruhani masing-masing murid.
  2. Murid bebas untuk menjadi apa dan bebas memiliki apa saja dalam masing-masing kondisi yang Allah takdirkan untuk mereka, tetapi dalam kondisi tersebut mereka pun pasti juga bisa menemukan jalan menuju Allah.
  3. Kerapian dalam berpakaian.
  4. Ketenangan yang terpancar dari tulisan-tulisan para tokohnya, seperti asy-Syadzili, Ibn Atha'illah, Abbad.
  5. Keyakinan bahwa seorang Syadzilliyah pasti ditakdirkan menjadi anggota tarekat ini dari sejak alam Azali dan mereka percaya bahwa Wali Qutb akan senantiasa muncul menjadi pengikut tarekat ini.
Syekh Abdul Djalil Mustaqim pernah dawuh bahwa mengamalkan tarekat sebagai seorang sufi bukan hanya memegang tasbih, berdzikir di masjid atau melakukan zawiyah/uzlah tanpa mempedulikan kehidupan duniawi dan kepentingan masyarakat. Menurut Beliau, salat 5 waktu dengan disiplin, mencari nafkah dengan jujur, menuntut ilmu dengan bersungguh-sungguh, merupakan kehidupan bertarekat. Tetapi itu semua jangan sampai menyebabkan kita melupakan Allah SWT. Tidak ada larangan berbisnis bagi pengikut tarekat. Bisnis tidak menghalangi seseorang untuk masuk surga, sebab ada berjuta jalan menuju Allah.

Kemudian Syaikh Abu al-Abbas al-Mursi juga pernah dawuh kepada Syaikh Ibnu Athaillah : "Jika engkau berteman dengan seorang pedagang, jangan berkata kepadanya : "Tinggalkan daganganmu dan kemarilah!" Juga jangan berkata kepada seorang pckerja : "Tinggalkan pekerjaanmu dan kemarilah!" Dan jangan berkata kepada pelajar : "Tinggalkan pelajaranmu dan kemarilah!". Posisikan setiap orang sesuai dengan posisi yang diberikan oleh Allah kepadanya. Para sahabat selalu setia bersama Rasulullah saw., namun Rasulullah tidak pernah berkata kepada (sahabat yang) pedagang : "Tinggalkan daganganmu!" begitu juga kepada pekerja, beliau tidak pernah mengatakan : "Tinggalkan pekcrjaanmu!". Tetapi Rasulullah membiarkan mereka dengan usahanya masing-masing seraya memerintahkan mereka untuk bertakwa kepada Allah."  Selanjutnya beliau juga dawuh : “Tetaplah dalam posisi yang diberikan Allah kepadamu. Bagianmu yang diberikan Allah melalui diriku pasti akan sampai kepadamu. Itulah ahwal kaum shiddiqin, mereka keluar dari sesuatu ketika Allah SWT. sendiri yang mengeluarkan mereka.” 

C. AJARAN TAREKAT SYADZILIYAH

Ibn Abbad ar-Rundi (w. 790 H), salah seorang tokoh Tarekat Syadziliyah yang terkenal pada abad ke delapan Hijriyah dan salah seorang pensyarah kitab al-Hikam memberikan kesimpulan tentang ajaran Tarekat Syadziliyah, bahwa : “Seluruh kegiatan dan tindakan kita haruslah berupa pikiran tentang kemurahan hati Allah kepada kita dan berpendirian bahwa kekuasaan dan kekuatan kita adalah nihil, dan mengikatkan diri kita kepada Allah dengan suatu kebutuhan yang mendalam, dan memohon kepada-Nya agar memberikan rasa  syukur kepada kita"

Secara umum pada pola dzikir (yang merupakan suatu hal yang mutlak) tarekat ini biasanya diawali dengan Fatihah adz-dzikir, yaitu dengan cara para peserta duduk dalam satu lingkaran atau dalam dua baris yang saling berhadapan, sementara syekh duduk di pusat lingkaran atau di ujung barisan, kemudian tentang materi dzikir al-asma al-husna yang dipakai dalam tareqat ini, diperlukan kebijakjsanaan dari pembimbing untuk menentukan al-asma al-husna mana yang akan diajarkan kepada murid, sebab penerapan asma Allah yang keliru dianggap akan memberi akibat yang berbahaya secara rohani dan mental, baik bagi sipemakai maupun terhadap orang-orang sekelilingnya.

Ibn Atha'ilah memberikan beberapa contoh penggunaan Asma Allah sebagai berikut :
  • "Asma al-Latif" (Yang Halus) harus digunakan oleh seorang sufi dalam penyendirian bila seseorang berusaha mempertahankan keadaan spiritualnya;
  • “Al-Wadud” (Kekasih yang Dicintai) membuat sang sufi dicintai oleh semua makhluk, dan bila dilafalkan terus menerus dalam kesendirian, maka keakraban dan cinta Ilahi akan semakin berkobar;
  • “Asma al-Faiq” (Yang Mengalahkan) sebaiknya jangan dipakai oleh para pemula, tetapi hanya oleh orang arif yang telah mencapai tingkat tinggi.
Kemudian Ibn Atha'illah menetapkan doktrin ajaran utama Tarekat Syadziliyah ini sebagai berikut :
  1. Tauhid dengan sebenar-benarnya tauhid dengan tidak musyrik kepada Allah serta ketaqwaan terhadap Allah Swt. lahir dan batin yang diwujudkan dengan bersikap wara' dan Istiqamah dalam menjalankan perintah Allah Swt.
  2. Konsisten mengikuti Sunnah Rasul, baik dalam ucapan maupun perbuatan, dan direalisasikan dengan selalu bersikap waspada dan bertingkah laku yang luhur.
  3. Berpaling (hati) dari makhluk, baik dalam penerimaan maupun penolakan, dengan berlaku sadar dan berserah diri kepada Allah swt (Tawakkal).
  4. Ridha kepada Allah, baik dalam kecukupan maupun kekurangan, yang diwujudkan dengan menerima apa adanya (qana'ah/ tidak rakus) dan menyerah.
  5. Kembali kepada Allah, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah, yang diwujudkan dengan jalan bersyukur dalam keadaan senang dan berlindung kepada-Nya dalam keadaan susah.
Kelima doktrin ini juga tegakkan di atas lima sendi sebagai berikut :
  1. Semangat yang tinggi, yang mengangkat seorang hamba kepada derajat yang tinggi.
  2. Berhati-hati dengan yang haram, dengan iini dapat meraih penjagaan Allah atas kehormatan.
  3. Berlaku benar/baik dalam berkhidmat sebagai hamba, yang memastikan kepada pencapaian tujuan kebesaran-Nya/kemuliaan-Nya.
  4. Melaksanakan tugas dan kewajiban, yang akan mengantarkan kepada kebahagiaan hidup.
  5. Menghargai (menjunjung tinggi) nikmat, yang membuatnya selalu meraih tambahan nikmat yang lebih besar.
Selain itu tidak peduli sesuatu yang bakal terjadi (merenungkan segala kemungkinan dan akibat yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang) juga merupakan salah satu pandangan tarekat ini, karena menurut Ibn Atha'illah, hal ini jelas merupakan hak prerogratif Allah. Apa yang harus dilakukan manusia adalah menunaikan tugas dan kewajibannya yang bisa dilakukan pada masa sekarang dan hendaknya manusia tidak tersibukkan oleh masa depan yang akan menghalanginya untuk berbuat positif.


(Materi Pelajaran Akidah Akhlak Kelas XII MA)
Dikutip dari berbagai sumber.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar